Jakarta, WartaJMI -Di kalangan para pemancing di Bandung, pria berkumis tipis ini lebih dikenal dengan nama Podomoro. Tapi jangan salah, selain menekuni dunia mancing, pemilik nama lengkap Suyatno tersebut merupakan pengelola pemacingan Damar Wulan Bandung dan Cilacap.
Diakui pria kelahiran Cilacap, 16 Maret 1979, mencari ikan memang hobinya sejak kecil. Mulai dari memancing, menjaring ikan, jala, krawe, dorang, wuwu, nyusug, ngurek dan beragam cara menangkap ikan dilakukannya secara tradisional.
Bukan hanya sekadar memancing, ia pun sempat tertarik mengelola pemancingan galatama ikan lele tahun 2014 di Kiara Condong, Bandung. Itu pun tidak berlangsung lama, hanya sekitar dua tahun, karena pemancingan tersebut dijual untuk menambah modal berkongsi. Suyatno bersama rekannya menyewa dan mengelola Pemancingan Damar Wulan, di Ciparay, Bandung, tahun 2016.
“Untuk pengelolaan, kami serahkan pada panitia yang setiap hari bekerja di Damar Wulan. Saya hanya di belakang layar, mengingat saat itu saya pun masih bekerja di salah satu perusahaan,” kata penggiat MMFC (Mancing Mantab Fishing Community).
Tahun 2018, ia mempersiapkan pembukaan empang pemancingan Damar Wulan di Cilacap. Akhir 2019 pemancingan Damar Wulan telah rampung dibangun dan 23 Maret 2020, siap dilakukan peresmian. Hanya saja saat itu, pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia, bertepatan dengan rencana pembukaan pemancingan Damar Wulan, Cilacap.
“Lomba mancing di Damar Wulan Cilacap nyaris dibubarkan pejabat setempat. Hanya saja saya berusaha untuk minta kebijakan pada pejabat setempat, agar acara tersebut bisa berlangsung, karena sudah direncanakan jauh-jauh hari. Ijin pun akhirnya diberikan asalkan memenuhi ketentuan prokes,” katanya.
Umumnya, di Cilacap bagian Barat untuk lomba mancing ikan mas hanya menggunakan model kilogebrus, hanya untuk mendapatkan ikan, tanpa hadiah. Berbeda dengan Karang Pucung dan Majenang sudah ada yang menggunakan sistem tiketan, sebelum pemancingan Damar Wulan dibuka.
“Kami akan mempelopori lomba pelampungan ikan mas, mengingat di Cilacap lebih banyak lomba galatama ikan lele dan bawal. Tahun ini, lomba ikan mas bisa dimulai, kemungkinan setelah lebaran ,” kata pria yang kerap disapa Yatno.
Hanya saja, saat ini empang yang disiapkan untuk lomba ikan mas tapi digunakan untuk galatama Lele, nantinya untuk galatama lele akan menempati empang yang ada di belakang.
“Empang sudah dipondasi hanya saja belum dipasang atapnya. Karena dengan luas lahan sekitar 2.600 meter persegi, pemancingan Damar Wulan Cilacap bisa untuk galatama lele (50 lapak) dan pelampungan ikan mas (60 lapak),” jelas Yatno.
Selain mengelola empang, ia pun menjual umpan ikan mas. Meski awalnya belum terpikir untuk menerima pesanan umpan. Karena sering mancing dan juara, Suyatno ditantang untuk memroduksi, karena sebagian besar yang menggunakan umpan juga teman-temannya.
Uniknya, meskipun belum berlabel, Yatno menjual umpannya per paket, berisi 26 bungkus (berat 80 gram) dibanderol Rp 1,1 juta. Pengiriman kadang harus menggunakan travel agar cepat sampai dan tidak basi, karena umpannya tidak menggunakan pengawet untuk menjaga kualitas dan selalu fresh. Meskipun harganya lebih tinggi dibanding umpan lain, pesanan pun terus mengalir dari Jakarta, Cikarang, Bandung dan lain-lain.
“Produksi kami masih tergantung pesanan megingat umpan ini hanya digunakan pelanggan tertentu, umumnya untuk tiket minimal Rp3 juta,” katanya.
Ke depan akankah umpan buatan Yatno akan diproduksi massal? Diakui Yatno, untuk membuat umpan dalam jumlah besar memang terlintas di benaknya. Tapi semua harus ada testimoni, karena untuk kualitas harus diperhatikan dan juga dikalkulasi biaya produksinya. Sebagai pedagang umpan, ia akan merasa sangat senang bila mendapat kabar dari penggunanya bahwa umpanya dimakan, bahkan ada yang bisa naik podium dengan menggunakan umpan Podomoro.
Selain umpan, ia pun mulai menjual esen. Karena mengoplos esen bukan dunia baru bagi Yatno. Saat ini ia memiliki 11 varian esen hasil oplosannya untuk pelampungan ikan mas. Selain itu juga untuk galatama lele dan patin.
“Saya mulai ngoplos sejak tahun 2004, dan saat ini baru dua varian ikan mas yang dipasarkan yaitu Mirabilis dan Jalapa yang dibanrol masing-masing per 15 ml, sekitar Rp 125 ribu dan Rp 150 ribu. Kemasan 30 ml pun juga ada,” jelas Yatno.
Saat ini, lanjut Yatno, untuk pembeli esen lebih banyak yang membeli secara langsung via WA. Karena umumnya konsumen tahu esen Podomoro dari postingan di story FB ataupun story WA yang akhirnya banyak yang pesan. “Saya branding esen Podomoro baru sekitar 6 bulan, dan dari dua varian yang dijual saat ini setiap bulannya lumayan juga peminatnya.
“Saya tidak berharap muluk-muluk dari umpan dan esen yang dikembangkan, yang penting produk ini mudah digunakan konsumen. Saya tetap mengandalkan pendapatan dari pengelolaan empang,” katanya.
Untuk menyambung hidupnya, bersama rekannya Bonek ia pun merintis Agro Perikanan (Menuai Berkah Bersama/MBB). Kegiatan yang dilakukan mulai dari pembenihan ikan, ternak ikan, pembesaran lele, gabus dan menjual hasilnya, sambil mengontrol pemancingan, karena saat ini punya banyak waktu luang.
Memancing memang sekadar hobi, sehingga bagi Yatno tidak perlu gengsi untuk bermain di tiket kecil dan harus mengukur kemampuan kantong. Karena memancing lebih banyak untuk menjalin silaturahim sesama teman sehobi dan tidak perlu gengsi,” ujarnya Yatno “Podomoro” sebelum menutup pembicaraan via telepon.